Friday, November 5, 2010

ORGANISASI KEPRILAKUAN




Definisi PO
merupakan studi yg mengkaji tentang individu, grup, dan struktur perilaku terhadap organisasi dan menitik beratkan pada seberapa besar pengaruh perilaku individu tersebut kepada organisasi dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk menciptakan efektifitas organisasi.

Concern PO ada 3 sbb
Mengkaji studi tentang apa yg dilakukan oleh individu dan bagaimana pengaruhnya trhdp orgn.
Mengkaji tentang studi situasi, pekerjaan, kinerja manusia, ketidakhadiran, perputaran karyawan, produktivitas kinerja, dan manajemen.
Mengkaji tentang studi motivasi perilaku dan kekuatan kepemimpinan, komunikasi antarpersonal,struktr dan proses grup, rancangan kerja, stress kerja.

Inti tugas manajer sbb
Mengambil keputusan
Mengalokasi sumber daya
Mengatur aktivitas anak buah untuk mencapai tujuan organisasi

fungsi manajemen organisasi?
1.Planning (perencanaan)         : menentukan tujuan orgns, menetapkan strategi
2.Organizing (pengorganisasian)     : menentukan tugas apa, dan siapa yg melakukan
3.Leading (kepemimpinan)        : memotivasi karyawan
4.Controlling (pengendalian)        : memantau aktivitas karyawan

Peran manajemen ala Mintzberg ada 3:
Antar personal        :tokoh utama, kepemimpinan, penghubung
Informasional            :pemantau, penyebar, jubir
Pengambilan keputusan    :wirausaha, penyelesai masalah, pengalokasi sumber daya, negosiator

Keahlian manajemen ada 3 a.l:
1.Keahlian teknis        :menerapkan pengetahuan/keahlian khusus.Ex: insinyur teknik sipil
2.Keahlian personal        :membutuhkan kerja sama, dan memahami individu lain.Ex:manajer komunikasi
3.Keahlian konseptual    :menganalisis dan mendiagnosis situasi rumit.Ex: manajer dalm mengambil keputusan orgns

aktivitas manajerial yg dilakukan oleh manajer!
1. Manajemen tradisional    :membuat keputusan-àmerencanakanàmengendalikan
2. Komunikasi        :bertukar informasi rutin dan memproses pekerjaan tulis-menulis
3. Manajemen SDM        :memotivasi, mendisiplinkan, menangani konfliks, menyusun kepegawaian, dan melatih
4. Pembangunan jaringan    :bersosialisai, aktif dalam kegiatan politik, dan berinteraksi dengan individu luar

Disiplin ilmu PO ada 4
Psikologi        :ilmu yg mengukur, menjelaskan, dan terkadang mengubah, perilaku manusia, dan makhluk lain
Psikologi Sosial    :bidng psikologi yg memadukan konsp psikologi dan sosiologi, serta memfokuskan pd pengaruh org trhdap yg lain
Sosiologi        :studi ttg interaksi antara manusia dengan lingkungan social kultur mereka
Antroplogi        :studi ttg kemasyarakatn, mempelajari manusia, dan aktivitas mereka

Ada 11 peluang dan tantangan PO a.l:
Merespon globalisasi
Mengelola keragaman angkatan kerja
Meningkatkan kualitas dan produktivitas
Merespon kurangnya tenaga kerja
Meningkatnya layanan customer
Meningkatkan keahlian personal
Memberdayakan orang
Menstimulus inovasi dan perubahan
Mengatasi “kesementaraan”
Bekerja dalam orgns bersistem jaringan
Membantu karyawan menyeimbangkan konflik kehidupan-Pekerjaan

Apa yg dimaksud dengan model ?
Model dalm PO didefinisikan sebagai abstraksi, gambaran sederhana, dari bebrpa fenomena dunia nyata.

Variabel dalam PO ada 2:
Variable Dependen:respon yg dipengaruhi oleh variable independen
Ex:produktivitas,ketidakhadiran, perputaran karyawan, dan kepuasan kerja
Variabel Independen:sebab yg diperkirakan dari beberapa perubahan variabel dependen
Ex:variable tingkat individu, tingkat kelompok, tingkat organisasi
Variabel tingkat individu    : kemampuan, nilai, personality, emosi, persepsi
Variabel tingkat kelompok    : pola komunikasi, pola kepemimpinan, dan design kerjasama tim
Variabel tingkat orgnsasi    : praktik dan kebijaksanaan SDM,proses kerja, design organisasi formal

2.DASAR-DASAR PO
:Kemampuan menurt PO berarti kapasitas yg dimiliki oleh individu dalam melakukan berbagai aktivitas (menyelesaikan serangkaian pekerjaan)

Ada 2 faktor jenis kemampuan a.l:
Kemampuan intelektual     :kemampuan melakukan aktivitas mental.Ex:berpikir, menalar, dan memecahkan masalah
Kemampuan fisik            :kemampuan melakukan aktivitas yg menuntut stamia, keterampilan, kekuatan,dan karakteristik serupa
Sebutkan macam-macam dimensi kemampuan intelektual!

Dimensi kemampuan intelektual terdiri dari 7 dimensi a.l:
Kecerdasan angka
Pemahaman verbal
Kecepatan persepsi
Penalaran induktif
Penalaran deduktif
Visualisasi spasial
Daya ingat

Unsur-unsur multiple intelligence terdiri dari 4 macama.l:
Kognitif    : kecerdasan yg telah lama diliput oleh kecerdasan tradisional (bersumber dari pengetahuan)
Sosial    : kemampuan berhubungan secara efektif dgn org lain
Emosional    : kemampuan mengidentifikasi, memahami, dan mengelola hati
Kultural    : kemampuan memahami dan sadar akan perbedaan cultural

Ada 9 yg terbagi atas 3 faktor a.l:
Faktor kekuatan
->Kekuatan dinamis    :menggunakan kekuatan otot secara berulang
->Kekuatan tubuh        :menggunakan kekuatan otot (perut)
->Kekuatan statis        :menggunakan kekuatan thd objek eksternal
->Kekuatan eksplosif    :mengeluarkan energi maksimum dlm serangkaian tindkn eksplosif
Faktor fleksibilitas
>luas        :menggerakkan tubuh dan otot punggung sejauh mungkin
->dinamis        :membuat gerakan yg lentur dan cepat seta berulang-ulang
Faktor lainnya
->koordinasi tubuh        :mengordinasikan tindakan secara bersamaan dari bagian tubuh yg berbeda
->keseimbangan        :memperthankan keseimbangan walau terdpt gaya yg mengganggu keseimbangan
->stamina        :mengerahkan upaya maksimum yg m’buthkan usha berkelanjutan

karakteristik2 biografis dalam PO!
:1. Usia 3. Ras
Gender 4.Masa jabatan

Learning (pembelajaran) merupakan perubahan yg relative permanen dan terjadi dari hasil pengalaman.

teori2 pembelajaran!
:1.Pengondisian klasik    :individu merespon bbrpa stimulus yg tdk biasa menghasilkan respon baru
2.Pengondisian Operant    :perilaku suka rela menghasilkan penghargaan/mencegah sebuah hukuman
3.Pengondisian Sosial    :pandangan org2 bhwa dapt belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung

Apa sih yg kamu ketahui ttg pembentukan perilaku
: Pembentukan perilaku:pembentukan tingkah laku dengn bersistematis dan terstruktur

4 cara pembentukan perilaku!
1.Penegasan positif         :menindaklanjuti respon dengan menyenangkan
2.Penegasan negatif        :menindaklanjuti respon dengan penghentian ato sesuatu yg tdk menyenangkn
3.Hukuman                    :kondisi tdk menyenangkn dlm rangka menghilangkan perilaku yg tidak diharapkan
4.Peniadaan                   :menghapuskan sebuah penegasan yg memperthankan sebuah prilaku

Jadwal pennegasan terdiri atas:
Berkesinambungan    :penghargaan diberikan setelah prilaku yg dihrapkan.Ex:pujian
Interval tetap        :penghargaan diberikan saat interval wkt tetap.Ex:bayaran mingguan
Interval variabel    :penghargaan diberikan saat interval wkt yg variable.Ex:kuis dadakan
Rasio tetap        :penghargaan diberikan pada jumlah hasil secara tetap.Ex:bayaran tarif perbuah
Rasio variabel    :penghargaan diberikan pada jumlah hasil secara variable.Ex:penjualan berdsrkan komisi


Karakteristik individu dalam organisasi antara lain :
Ø  karakteristik biografis
Ø  Umur
Ø  Jenis kelamin
Ø  Status kawin
Ø  masa kerja
Ø  Kemampuan
Ø  kemampuan fisik
Ø  kemampuan intelektual
Ø  Kepribadian
Ø  Proses belajar
Ø  Persepsi
Ø  Sikap
Ø  Kepuasan kerja

Perilaku Individu dalam organisasi antara lain :
Ø  Produktifitas kerja
Ø  Kepuasan kerja
Ø  Tingkat absensi
Ø  Tingkat turnover

Pertama, mari kita membahas tentang dasar-dasar Perilaku Individu yang mempunyai karakteristik individu.

1. karakteristik biografis
yaitu karakteristik pribadi seperti umur, jenis kelamin, dan status kawin yang objektif dan mudah diperoleh dari rekaman pribadi.

Umur (age)
hubungan Umur - Turnover = umur meningkat maka tingkat turnover menurun. Alasannya karena alternatif pekerjaan (option) yang semakin sedikit, penghasilan lebih tinggi yang telah diperoleh, dan tunjangan pensiun yang lebih menarik.
Hubungan Umur - Absensi = Umur meningkat, maka ketidakhadiran yang disengaja menurun, dan ketidakhadiran yang tidak disengaja meningkat pula. Mengingat umur yang bertambah berarti adanya keluarga yang harus dibina. ketidakhadiran yang disengaja jarang sekali dilakukan, karena melihat pada nilai gaji yang terpotong bila tidak masuk kerja. Dan ketidakhadiran yang tidak disengaja meningkat pula, contoh : bila ada salah satu anaknya yang sakit.
Hubungan Umur - Produktivitas = umur meningkat, maka produktifitas menurun. Alasan : menurunnya kecepatan, kecekatan, dan kekuatan. Juga meningkatnya kejenuhan atau kebosanan, dan kurangnya rangsangan intelektual. Namun ada juga study yang mengemukakan bahwa hubungan umur dengan produktifitas ternyata tidak ada hubungannya sama sekali. Dengan alasan : menurunnya ketrampilan jasmani tidak cukup ekstrem bagi menurunnya produktifitas. Dan meningkatnya umur biasanya diimbangi dengan meningkatnya pengalaman.
hubungan umur - kepuasan kerja =
bagi karyawan profesional : umur meningkat, kepuasan kerja juga meningkat
karyawan non-profesional : kepuasan merosot selama usia tengah baya dan kemudian naik lagi dalam tahun-tahun selanjutnya. Bila digambarkan dalam bentuk kurva, akan berbentuk kurva U ("U" curve).

Jenis kelamin (gender)
tidak ada beda yang signifikan / bermakna dalam produktifitas kerja antara pria dengan wanita.
tidak ada bukti yang menyatakan bahwa jenis kelamin karyawan memperngaruhi kepuasan kerja.
hubungan gender - turnover = beberapa studi menjumpai bahwa wanita mempunyai tingkat keluar yang lebih tinggi, dan studi lain menjumpai tidak ada perbedaan antara hubungan keduanya.
hubungan gender - absensi = wanita mempunyai tingkat absensi yang lebih tinggi (lebih sering mangkir). dengan alasan : wanita memikul tanggung jawab rumah tangga dan keluarga yang lebih besar, juga jangan lupa dengan masalah kewanitaan.

Status kawin (martial status)
tidak ada studi yang cukup untu menyimpulkan mengenai efek status perkawinan terhadap produktifitas.
karyawan yang menikah lebih sediki absensinya, pergantian yang lebih rendah, dan lebih puas dengan pekerjaannya.

Masa kerja
tidak ada alasan bahwa karyawan yang lebih lama bekerja (senior) akan lebih produktif dari pada yang junior.
senioritas / masa kerja berkaitan secara negatif dengan kemangkiran dan dengan tingkat turnover.
masa kerja tinggi , tingkat absensi dan turnover rendah
masa kerja rendah, tingkat absensi dan turnover tinggi
                         Keduanya hal di atas berkaitan secara negatif
masa kerja tinggi, kepuasan kerja tinggi
masa kerja rendah, kepuasan kerja rendah
                         kedua hal di atas berkaitan secara positif

2. Kemampuan
yaitu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
kemampuan intelektual. merupakan kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan mental. misalnya : berpikir,menganalisis, memahami. yang mana dapat diukur dalam berbrntuk tes (tes IQ). Dan setiap orang punya kemampuan yang berbeda.
kemampuan fisik. merupakan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas yang menuntut stamina, kecekatan dan kekuatan.

3. Kepribadian
merupakan cara individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. kepribadian terbentuk dari faktor keturunan, juga lingkungan (budaya, norma keluarga dan pengaruh lainnya), dan juga situasi.
ciri dari kepribadian adalah :
merupakan karakteristik yang bertahan, yang membedakan perilaku seorang individu, seperti sifat malu, agresif, mengalah, malas, ambisius, setia.

4. Proses belajar (pembelajaran)
adalah bagaimana kita dapat menjelaskan dan meramalkan perilaku, dan pahami bagaimana orang belajar.
belajar adalah : setiap perubahan yang relatif permanen dari perilaku yang terjadi sebagai hasil pengalaman.
belajar melibatkan perubahan (baik ataupun buruk)
perubahan harus relatif permanen
belajar berlangsung jika ada perubahan tindakan / perilaku
beberapa bentuk pengalaman diperlukan untuk belajar. pengalaman dapat diperoleh lewat pengamatan langsung atau tidak langsung (membaca) atau lewat praktek.

5. Persepsi
merupakan suatu proses dengan mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungannya.

distorsi persepsi (penyimpangan persepsi) :
persepsi selektif, orang-orang yang secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan berdasarkan kepentingan, latar belakang, pengalaman, dan sikap.
efek halo, menarik suatu kesan umum mengenai individu berdasarkan suatu karakteristik tunggal (kesan pertama)
efek kontras, evaluasi dari karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh perbandingan dengan orang lain yang baru dijumpai, yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada karakteristik yang sama.
proyeksi, menghubungkan karakteristik pribadinya terhadap karakteristik pribadi orang lain.stereotype, menilai seseorang atas dasar persepsi kita terhadap kelompok dari orang tersebut (menggeneralisasikan)

6. Sikap
adalah pernyataan atau pertimbangan evaluatif (menguntungkan atau tidak menguntungkan) mengenai objek, orang dan peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan mengenai sesuatu. Dalam perilaku organisasi, pemahaman atas sikap penting, karena sikap mempengaruhi perilaku kerja.
komponen sikap :
kognitif, segmen pendapat atau keyakinan dari suatu sikap
afektif, segmen emosional dari suatu sikap
perilaku,suatu maksud untuk perilaku dalam suatu cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.

7. Kepuasan kerja
adalah suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. atau persaan senang atau tidak senang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja mempengaruhi sikap.

apa yang menetukan kepuasan kerja ?
kerja yang secara mental menantang. kesempatan menggunakan ketrampilan / kemampuan, tugas yang beragam, kebebasan, dan umpan balik.
ganjaran yang pantas. sistem upah dan kebijakan promosi yang adil.
kondisi kerja yang mendukung. lingkungan kerja yang aman, nyaman, fasilitas yang memadai.
rekan kerja yang mendukung. rekan kerja yang ramah dan mendukung, atasan yang ramah, memahami, menghargai dan menunjukan keberpihakan kepada bawahan.
kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan. bakat dan kemampuan karyawan sesuai dengan tuntutan pekerjaan.
kepuasan kerja yang rendah, mengakibatkan keluhan, absensi, dan tingkat turnover tinggi. Namun membuat tingkat produktifitas rendah juga.


Sikap dan Kepuasan Kerja

A. Pengertian Sikap dan Kepuasan Kerja
Menurut G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat G.W. Alport di atas Tri Rusmi Widayatun memberikan pengertian sikap adalah “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya”.
Sedangkan Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39 ) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu:
- Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.
- Kedua, sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.
- Ketiga, sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.
- Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
- Kelima, sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sedangkan menurut Soetarno (1994), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian tentang sikap, tetapi berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.

1. Komponen Sikap
Untuk benar-benar memahami sikap perlu mempertimbangkan karakteristik secara fundamental.
Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu :
a. Kognitif (cognitive).
Merupakan aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. (segmen opini atau keyakinan dari sikap)
b. Afektif (affective)
Merupakan aspek emosional dari faktor sosio psikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya, aspek ini menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu. (segmen emosional atau perasaan dari sikap)
c. Konatif (conative)
Komponen aspek vohsional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi (Notoatmodjo ,1997). (niat untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu).

Ketiga komponen tersebut sangat berkaitan. Secara khusus, dalam banyak cara antara kesadaran dan perasaan tidak dapat dipisahkan. Sebagai contoh, seorang karyawan tidak mendapatkan promosi yang menurutnya pantas ia dapatkan, tetapi yang malah mendapat promosi tersebut adalah rekan kerjanya. Sikap karyawan tersebut terhadap pengawasnya dapat diilustrasikan sebagai berikut :
opini, (karyawan tersebut berpikir ia pantas mendapat promosi itu), perasaan (karyawan tersebut tidak menyukai pengawasnya), dan perilaku (karyawan tersebut mencari pekerjaan lain). Jadi, opini / kesadaran menimbulkan perasaan yang kemudian menghasilkan perilaku ,dan pada kenyataannya komponen-komponen ini berkaitan dan sulit untuk dipisahkan.

Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka. Ini berarti bahwa individu berusaha untuk menetapkan sikap yang berbeda serta meluruskan sikap dan perilaku mereka sehingga mereka terlihat rasional dan konsisten. Ketika terdapat ketidakkonsistenan, timbulah dorongan untuk mengembalikan individu tersebut ke keadaan seimbang dimana sikap dan perilaku kembali konsisten. Ini bisa dilakukan dengan dengan cara mengubah sikap maupun perilaku, atau dengan mengembangkan rasionalisasi untuk ketidaksesuaian. Leon Festinger mengemukakan teori ketidaksesuaian kognitif (cognitive dissonance). Teori ini berusaha menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Ketidaksesuaian berarti ketidakkonsistenan. Ketidaksesuaian kognitif merujuk pada ketidaksesaian yang dirasaka oleh seorang individu antara dua sikap atau lebih, atau antara perilaku dan sikap. Festinger berpendapat bahwa bentuk ketidakkonsistenan apapun tidaklah menyenangkan dan karena itu individu akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian, dan tentunya ketidaknyamana tersebut. Oleh karena itu individu akan mencari keadaan yang stabil, dimana hanya ada sedikit ketidaksesuaian. Dan tidak ada individu yang bisa sepenuhnya menghindari ketidaksesuaian.

Penelitian yang sebelumnya tentang sikap menganggap bahwa sikap mempunyai hubungan sebab akibat dengan perilaku; yaitu sikap yang dimiliki individu menentukan apa yang mereka lakukan. Namun pada akhir tahun 1960-an hubungan yang diterima tentang sikap dan perilaku ditentang oleh sebuah tinjauan dari penelitian. Berdasarkan evaluasi sejumlah penelitian yang menyelidiki hubungan sikap-perilaku, peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan dengan perilaku, atau paling banyak ada hubungan tapi sedikit . Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara signifikan dan memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa hubungan tersebut bisa ditingkatkan dengan memperhitungkan variable-variabel pengait , yakni pentingnya sikap, kekhususannya, aksesibilitasnya, apakah ada tekanan-tekanan sosial, dan apakah seseorang mempunyai pengalaman langsung dengan sikap tersebut. Sikap yang penting adalah sikap yang mencerminkan nilai-nilai fundamental, minat diri, atau identifikasi dengan individu atau kelompok yang dihargai oleh seseorang. Sikap-sikap yang dianggap penting oleh individu cenderung menunjukkan yang kuat dengan perilaku. Semakin khusus sikap tersebut maka semakin khusus perilaku tersebut , dan semakin kuat hubungan antara keduanya. Sikap yang mudah diingat cenderung lebih bisa digunakan untuk memprediksi perilaku bila dibandingkan sikap yang tidak bisa diakses dalam ingatan. Ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku keungkinan besar muncul ketika tekanan social untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu memiliki kekuatan yang luar biasa. Kesimpulannya , hubungan sikap-perilaku mungkin sekali mejadi jauh lebih kuat apabila sebuah sikap merujuk pada sesuatu, dimana individu tersebut mempunyai pengalaman pribadi secara langsung.

Teori persepsi diri (self-perception theory), adalah pandangan tentang sikap yang digunakan setelah melakukan sesuatu untuk memahami tindakan yang telah terjadi. Sikap kerja berisi evaluasi positif atau negatifyang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lingkungan kerja mereka ,
aspek-aspek lingkungan kerja meliputi tiga sikap, yaitu:

- Sikap kepuasan kerja (job satisfaction), yaitu sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Seseorang memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi, berarti memiliki perasaan positif tentang pekerjaan itu.

- Sikap keterlibatan pekerjaan (job involvement), yaitu keterlibatan pekerjaan yang mengukur tingkatan sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenang yang tinggi benar-benar berhubungan dengan organisasional dan kinerja pekerjaan., dan telah diketahui bahwa keterlibatan pekerjaan yang tinggi berhubungan dengan ketidakhadiran yang lebih sedikit dan angka pengunduran diri yang lebih rendah. Karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan.

- Sikap Komitmen Organisasional (organizational commitment), yaitu suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut.

Dalam komitmen organisasional ada tiga dimensi yang terpisah :
1. Komitmen Afektif (affective commitment), perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Contoh: seorang karyawan Petco mungkin memiliki komitmen aktif untuk perusahaannya karena keterlibatannya dengan hewan-hewan.
2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment), nilai ekonomi yang dirasa sebagai akibat dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut. Contoh : seorang karyawan mungkin berkomitmen kepada seorang pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan merasa bahwa pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan keluarganya.
3. Komitmen normative (normative commitment), kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis. Contoh : seorang karyawan yang memelopori sebuah inisiatif baru, mungkin bertahan dengan seorang pemberi kerja karena ia merasa “ meninggalkan seseorang dalam keadaan yang sulit “ bila ia pergi.

Suatu penelitian menemukan bahwa komitmen afektif adalah pemrediksi berbagai hasil ( persepsi karakteristik tugas, kepuasan karier, dan niat untuk pergi). Hasil-hasil yang lemah untuk komitmen berkelanjutan adalah masuk akal karena hal ini sebenarnya bukan merupakan sebuah komitmen yang kuat .
Sikap kerja yang lain, dukungan organisasional yang dirasakan (perceived organizational support - POS) adalah, tingkat sampai mana karyawan yakin organisasi menghargai kontribsi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka. Contoh : seorang karyawan yakin bahwa organisasinya akan mengakomodasi dirinya apabila ia mempunyai masalah pengasuhan anak atau akan memaafkan kesalahan yang jujur dipihaknya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa individu merasa organisasi mereka bersikap suportif ketika penghargaan dipertimbangkan dengan adil, karyawan mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, dan pengawas mereka dianggap suportif. Sebuah konsep yang paling baru adalah keterlibatan karyawan (employee engagement), yaitu keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme individual dengan kerja yang mereka lakukan. Contoh : seseorang mungkin mengajukan pertanyaan kepada para karyawan tentang ketersediaan sumber dan peluang untuk mempelajari keterampilan-keterampilan baru, apakah mereka merasa kerja mereka penting dan berarti , dan apakah interaksi mereka dengan rekan-rekan kerja dan pengawas mereka menguntungkan.

Survei sikap, adalah upaya mendapatkan respon dari karyawan mealui kuesioner mengenai peraasaan mereka terhadap pekerjaan, tim kerja, penyelia dan, organisasi. Hasil survei sikap seringkali mengejutkan manajemen. Contoh : manajer di Heavy-Duty Dvision Springfield Remanufacturing berpikir bahwa segalanya sangat bagus, karena karyawan terlibat secara aktif didalam keputusan divisi dan profitailitas adalah tertinggi dalam sebuah perusahaan, manajemen beranggapan bahwa moral yang ada juga tinggi. Untuk meyakinkan karyawan, manajemen mengadakan sebuah sirvei sikap yang singkat. Karyawan ditanyai apakah mereka setuju atau tidak dengan pernyataan-pernyataan berikut : (1). Di tempat kerja opini anda berarti; (2). Anda sekalian yang ingin menjadi seorang pemimpin diperusahaan ini mempunyai peluang untuk menjadi seorang pemimpin; dan (3). Dalam enam bulan terakhir, seseorang berbicara kepada anda tentang perkembangan pribadi anda. Dalam survei tersebut, 43 persen tidak setuju dengan pernyataan yang pertama, 48 persen dengan yang kedua, dan 63 persen dengan yang ketiga. Manajemen sangat terkejut, bagaimana hal ini dapat terjadi ? Penggunaan survei sikap secara teratur memberi manajer umpan balik yang berharga mengenai bagaimana karyawan menerima kondisi kerja mereka. Kebijaksanaan dan praktek yang dianggap objektif dan adil oleh manajemen mungkin dianggap tidak adil oleh karyawan pada umumnya atau oleh kelompok karyawan tertentu. Apabila persepsi yang menyimpang ini menimbulkan sikap negatif tentang pekerjaan dan organisasi, adalah penting bagi manajemen untuk mengetahuinya. Penggunaan survey sikap regular bisa lebih awal menyiagakan manajemen terhadap masalah-masalah potensial dan niat-niat para karyawan sehingga tindakan bisa diambil untuk mencegah berbagai akibat negatif.

Seperti apakah program keberagaman di tempat kerja dan bagaimana hal ini menyampaikan perubahan sikap ? Hampir semuanya meliputi fase evaluasi diri . Individu didesak untuk memeriksa diri sendiri serta menghadapi stereotip etnis dan cultural yang mungkin merek miliki. Aktivitas tambahan yang dirancang untuk mengubah sikap termasuk mengatur individu untuk melakukan pekerjaan sukarela di pusat-pusat layanan soaial atau masyarakat guna bertemu secara langsung dengan individu atau kelompok dari latar balakang yang berbeda serta mengguakan latihan yang membiarkan para patisipan merasakan seperti apakah menjadi berbeda itu. Contoh : ketika individu berpartisipasi dalam latihan Blue Eyes – Brown Eyes (mata biru – mata coklat), dimana individu dipisahkan dan dipandang sebagai strereotip menurut warna mata mereka, para partisipan mengetahui seperti apakah rasanya dinilai oleh sesuatu atas mana mereka tidak mempunyai kendali. Bukti menyatakan latihan ini mengurangi sikap negatif terhadap individu yang berbeda dari para partisipan.

2. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Sebuah pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan-atasan, mengikuti peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasional, memenuhi standar-standar kinerja, menerima kondisi-kondisi kerja yang acapkali kurang ideal dan sebagainya. Jadi penilaian seorang karyawan tentang seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sejumlah elemen pekerjaan yang berlainan.

Ada dua pendekatan yang digunakan dalam mengukur konsep tentang kepuasan kerja:
- Penilaian tunggal secara umum, dengan cara meminta individu untuk merespon satu pertanyaan, seperti “Dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puaskah diri anda dengan pekerjaan anda?”Kemudian para responden menjawab dengan cara melingkari sebuah angka antara 1 dan 5 yang cocok dengan jawaban dari “sangat puas” sampai “sangat tidak puas”. Metode ini tidak memakan waktu.
- Penyajian akhir aspek pekerjaan, ini lebih rumit, dengan mengidentifikasi elemen-elemen penting dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan tentang setiap elemen. Faktor-faktor yang akan dimasukkan adalah sifat pekerjaan, pengawasan, bayaran saat ini, peluang promosi, dan hubungan dengan rekan-rekan kerja. Semua faktor dinilai berdasarkan skala standar kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai kepuasan kerja. Metode ini berfokus pada keberadaan masing-masing masalah sehingga lebih mudah untuk menangani karyawanyang tidak bahagia serta menyelesaikan masalah dengan lebih cepat dan akurat.

Hasil perbandingan penilaian global satu pertanyaan dengan metode penyajian akhir dengan faktor-faktor pekerjaan yang lebih panjang , menunjukkan bahwa pada dasarnya yang pertama sama validnya dengan yang terakhir. Penjelasan terbaik untuk hasil ini adalah konsep kepuasan kerja yang pada dasarnya begitu luas sehingga satu pertanyaan menangkap intinya.

Pada kenyataannya, dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan, pengawasan, dan rekan kerja), menikmati kerja itu sendiri hamper selalu merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi secara keseluruhan. Pekerjaan menarik yang memberikan pelatihan, variasi, kemerdekaan, dan kendali memuaskan sebagian besar karyawan. Ini berarti sebagian besar individu lebih menyukai kerja yang menantang dan membangkitkan semangat dari pada kerja yang dapat diramalkan dan rutin.

Masalah bayaran acapkali diutarakan ketika mendiskusikan kepuasan kerja, karena keduanya memiliki suatu hubungan yang menarik . Untuk individu yang miskin yang hidupya dibawah garis kemiskinan, atau yang hidup di negara-negara miskin , upah sangat berhubungan dengan kepuasan kerja dan kebahagiaan secara keseluruhan. Tetapi setelah seorang individu mencapai satu tingkat kehidupan yang nyaman (di AS sekitar $40.000 per tahun) hubungan tersebut sebenarnya menghilang. Dengan kata lain individu yang mendapat $80.000, rata-rata tidak lebih bahagia dengan pekerjaan mereka bila dibandingkan dengan mereka yang mendapatkan bayaran mendekati $40.000. Seorang peneliti tidak dapat menemukan berbedaan yang signifikan ketika ia membandingkan kesejahteraan orang-orang paling kaya dalam daftar Forbes 400 dengan para peternak Maasai di Afrika Timur.

Kepuasan kerja tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan, tetapi kepribadian juga berperan. Contoh : beberapa individu dipengaruhi untuk menyukai hampir segala hal, dan individu lain merasa tidak senang bahkan dalam pekerjaan yang tampaknya sangat hebat. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mempunyai kepribadian negative (mereka yang cenderung galak, kritis dan negatif) biasanya kurang puas dengan pekerjaan mereka.

Ada Konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Ada empat respons kerangka tersebut,yang berbeda dari satu sama lain bersama dengan dua dimensi : konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, berikut adalah respons tersebut :
• Keluar (exit), perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri)
• Aspirasi (voice), secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
• Kesetiaan (loyalty), secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”
• Pengabdian (neglect), secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurang usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.
Berikut adalah hasil yang lebih spesifik dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja :
- Kepuasan Kerja dan Kinerja. Menurut mitos, Pekerjaan yang bahagia cenderung lebih produktif, meskipun sulit untuk mengatakan kemana arah hubungan sebab akibat tersebut, akan tetapi beberapa peneliti percaya bahwa hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja pekerjaan adalah sebuah mitos manajemen. Hal ini terlihat pada penelitian ketika kita pindah dari tingkat individual ketingkat orgnisasi, kita juga menemukan dukungan untuk hubungan kepuasan kerja. Ketika data produktivitas dan kepuasan kerja keseluruhan dikumpulkan untuk organisasi, kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan organisasi yang mempunyai karyawan yang kurang puas.
- Kepuasan Kerja dan OCB (organizational citizenship behavior). Karyawan yang puas cenderung berbicara secara positif tentang organisasi, membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka. Selain itu karyawan yang puas mungkin lebih mudah berbuat lebih dalam pekerjaan karena mereka igin merespon pengalaman positif mereka. Bukti terbaru menunjukkan bahwa kepausan mempengaruhi OCB, tetapi melalui persepsi-persepsi keadilan. Terdapat hubungan keseluruhan yang sederhana antara kepuasan kerja dan OCB, tetapi kepuasan tidak berkaitan dengan OCB ketika keadilan diperhitugkan karena kepuasan kerja tergantung pada gambaran mengenai hasil, perlakuan, dan prosedur-prosedur yang adil. Kepuasan anda cenderung menurun dan tidak signifikan ketika anda tidak merasa bahwa pengawas anda, prosedur organisasi atau kebijaksanaan bayaran tidak adil.
- Kepuasan Kerja dan Kepuasan pelanggan. Bukti menunjukkan bahwa karyawan yang puas bisa meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan, karena dalam organisasi, jasa pemeliharaan dan peninggalan pelanggan sangat bergantung pada bagaimana karyawan garis depan berhubungan dengan pelanggan. Karyawan yang merasa puas cenderung lebih ramah, ceria, dan responsif yang dihargai oleh para pelanggan, karena karyawan yang puas tidak mudah berpindah kerja, dan pelanggan akan menemui wajah-wajah yang familiar dan menerima layanan yang berpengalaman. Kualitas ini membangunkepuasan dan kesetian pelanggan. Hubungan tersebut juga dapat diterapkan sebaliknya, pelanggan yang tidak puas bisa meningkatkan ketidakpuasan kerja seorang karyawan. Karyawan yang mempunyai hubungan tetap dengan pelanggan melaporkan bahwa pelanggan yang kasar, tidak mempertimbangkan orang lain, atau menuntut dengan tidak masuk akal akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Contohnya terlihat pada perusahaan yang berorientasi jasa, sepertiFedEx, Southwest Airlaines, Four Seasons Hotels, American Express, dan Office Depot, terobsesi untuk menyenangkan pelanggan mereka. Perusahaan ini berusaha mempekerjakan karyawan yang ceria dan ramah, melatih karyawan demi kepentingan layanan pelanggan, menghargai layanan pelanggan, memberikan suasana kerja yang positif, dan memantau kepuasan karyawan secara tetap melalui survei-survei sikap.
- Kepuasan Kerja dan Ketidakhadiran. Karyawan yang tidak puas cenderung melalaikan pekerjaan dan factor-faktor lain memiliki pengaruh pada hubungan tersebut dan mengurangi koefisien korelasi. Contoh : Organisasi yang memberikan tunjangan cuti sakit secara bebas berupaya membesarkan hati semua karyawan mereka, termasuk mereka yang merasa sangat puas untuk mengambil cuti. Anggap saja bahwa seorang karyawan mempunyai sejumlah minat yang beragam, karyawan itu merasa kerja tersebut memuaskan namun masih meninggalkan kerja untuk menikmati tamasya akhir pekan selama tiga hari tanpa sanksi. Sebuah penelitian di Chicago menunjukkanbahwa pekerja yang mempunyai skor kepuasan tinggi memiliki kehadiran yang jauh lebih tinggi dari pada mereka yang mempunyai tingkat kepuasan yang lebih rendah. Penemuan ini benar-benar apa yang kita harapkan apabila kepuasan berhubungan secara negative dengan ketidakhadiran.
- Kepuasan Kerja dan Perputaran Karyawan. Bukti menunjukkan bahwa sebuah pengait penting dari hubungan kepuasan perputaran karyawan adalah tingkat kinerja karyawan, khususnya tingkat kepuasan tidak begitu penting dalam memprediksi perputaran karyawan untuk pekerja-pekerja ulung. Organisasi biasanya melakukan banyak upaya untuk mempertahankan orang-orang ini, mereka mendapatkan kenaikkan bayaran, pujian, pengakuan, peluang promosi yang meningkat dan lain-lain. Hal sebaliknya terjadi pada pekerja yang tidak baik, organisasi hanya mengerahkan sedikit usaha untuk memelihara mereka, bahkan mungkin ada tekanan-tekanan halus untuk mendorong mereka keluar. Oleh karena itu kita akan berharap bahwa kepuasan kerja lebih penting dalam memengaruhi pekerja yang tidak baik untuk tinggal bila dibandingkan dengan pekerja-pekerja ulung. Tanpa memerhatikan tingkat kepuasan, yang terakhir memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk tinggal dengan organisasi karena pengakuan, pujian dan penghargaan-penghargaan lain memberi mereka lebih banyak alasan untuk tinggal.
- Kepuasan Kerja dan Perilaku Menyimpang di Tempat Kerja. Para peneliti berpendapat bahwa perilaku adalah indicator sebuah sindrom yang lebih luas, yang disebut perilaku menyimpang di tempat kerja (penarikan diri karyawan). Kuncinya adalah apabila karyawan tidak menyukai lingkungan kerja mereka, entah bagaimana mereka akan merespons, dan tidak selalu mudah untuk meramalkan dengan pasti bagaimana mereka akan merespons. Seorang pekerja mungkin akan keluar, tetapi untuk pekerja yang lain mungkin merespons dengan menggunakan jam kerja untuk menjelajahi internet, membawa pulang persediaan ditempat kerja untuk penggunaan pribadi, dan sebagainya. Apabila para pemberi kerja ingin mengendalikan konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidakpuasan kerja, mereka lebih baik menyelesaikan sumber masalahnya, dan ketidakpuasannya daripada berusaha mengendalikan respons-respons yang berbeda.


BAB II
Kepribadian & Nilai

A.  KEPRIBADIAN
2.1. Definisi Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain.Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.
Teori Freud berpendapat bahwa kepribadian terdiri dari tiga sistem utama: id, ego, dan superego. Setiap tindakan kita merupakan hasil interaksi dan keseimbangan antara ketiga sistem tersebut.

2.2. Faktor-faktor penentu kepribadian
  1. Faktor keturunan

Keturunan merujuk pada faktor genetis seorang individu.Tinggi fisik, bentuk wajah, gender, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi dan irama biologis adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara substansial, dipengaruhi oleh siapa orang tua dari individu tersebut, yaitu komposisi biologis, psikologis, dan psikologis bawaan dari individu.
Terdapat tiga dasar penelitian yang berbeda yang memberikan sejumlah kredibilitas terhadap argumen bahwa faktor keturunan memiliki peran penting dalam menentukan kepribadian seseorang.Dasar pertama berfokus pada penyokong genetis dari perilaku dan temperamen anak-anak.Dasar kedua berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir.Dasar ketiga meneliti konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai situasi.
Penelitian terhadap anak-anak memberikan dukungan yang kuat terhadap pengaruh dari faktor keturunan.Bukti menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti perasaan malu, rasa takut, dan agresif dapat dikaitkan dengan karakteristik genetis bawaan.Temuan ini mengemukakan bahwa beberapa sifat kepribadian mungkin dihasilkan dari kode genetis sama yang memperanguhi faktor-faktor seperti tinggi badan dan warna rambut.
Para peneliti telah mempelajari lebih dari 100 pasangan kembar identik yang dipisahkan sejak lahir dan dibesarkan secara terpisah. Ternyata peneliti menemukan kesamaan untuk hampir setiap ciri perilaku, ini menandakan bahwa bagian variasi yang signifikan di antara anak-anak kembar ternyata terkait dengan faktor genetis. Penelitian ini juga memberi kesan bahwa lingkungan pengasuhan tidak begitu mempengaruhi perkembangan kepribadian atau dengan kata lain, kepribadian dari seorang kembar identik yang dibesarkan di keluarga yang berbeda ternyata lebih mirip dengan pasangan kembarnya dibandingkan kepribadian seorang kembar identik dengan saudara-saudara kandungnya yang dibesarkan bersama-sama.


  1. Faktor lingkungan

Faktor lain yang memberi pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter adalah lingkungan di mana seseorang tumbuh dan dibesarkan; norma dalam keluarga, teman, dan kelompok sosial; dan pengaruh-pengaruh lain yang seorang manusia dapat alami.Faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian seseorang.Sebagai contoh, budaya membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu sehingga ideologikultur yang lain. yang secara intens berakar di suatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit pengaruh pada
Misalnya, orang-orang Amerika Utara memiliki semangat ketekunan, keberhasilan, kompetisi, kebebasan, dan etika kerja Protestan yang terus tertanam dalam diri mereka melalui buku, sistem sekolah, keluarga, dan teman, sehingga orang-orang tersebut cenderung ambisius dan agresif bila dibandingkan dengan individu yang dibesarkan dalam budaya yang menekankan hidup bersama individu lain, kerja sama, serta memprioritaskan keluarga daripada pekerjaan dan karier.

2.3. Sifat-sifat kepribadian
Berbagai penelitian awal mengenai struktur kepribadian berkisar di seputar upaya untuk mengidentifikasikan dan menamai karakteristik permanen yang menjelaskan perilaku individumalu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut.Karakteristik-karakteristik tersebut jika ditunjukkan dalam berbagai situasi, disebut sifat-sifat kepribadian.Sifat kepribadian menjadi suatu hal yang mendapat perhatian cukup besar karena para peneliti telah lama meyakini bahwa sifat-sifat kepribadian dapat membantu proses seleksi karyawan, menyesuaikan bidang pekerjaan dengan individu, dan memandu keputusan pengembangan karier. seseorang.Karakteristik yang umumnya melekat dalam diri seorang individu adalah


2.4. Cara identifikasi kepribadian
Terdapat sejumlah upaya awal untuk mengidentifikasi sifat-sifat utama yang mengatur perilaku. Seringnya, upaya ini sekadar menghasilkan daftar panjang sifat yang sulit untuk digeneralisasikan dan hanya memberikan sedikit bimbingan praktis bagi para pembuat keputusan organisasional.Dua pengecualian adalah Myers-Briggs Type Indicator dan Model Lima Besar.Selama 20 tahun hingga saat ini, dua pendekatan ini telah menjadi kerangka kerja yang dominan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan sifat-sifat seseorang.

  1. Myers-Briggs Type Indicator

Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) adalah tes kepribadian menggunakan empat karakteristik dan mengklasifikasikan individu ke dalam salah satu dari 16 tipe kepribadian. Berdasarkan jawaban yang diberikan dalam tes tersebut, individu diklasifikasikan ke dalam karakteristik ekstraver atau introver, sensitif atau intuitif, pemikir atau perasa, dan memahami atau menilai. Instrumen ini adalah instrumen penilai kepribadian yang paling sering digunakan.MBTI telah dipraktikkan secara luas di perusahaan-perusahaan global seperti Apple Computers, AT&T, Citgroup, GE, 3M Co., dan berbagai rumah sakit, institusi pendidikan, dan angkatan bersenjata AS.

  1. Model Lima Besar

Myers-Briggs Type Indicator kurang memiliki bukti pendukung yang valid, tetapi hal tersebut tidak berlaku pada model lima faktor kepribadian -yang biasanya disebut Model Lima Besar.Selama beberapa tahun terakhir, sejumlah besar penelitian mendukung bahwa lima dimensi dasar saling mendasari dan mencakup sebagian besar variasi yang signifikan dalam kepribadian manusia.Faktor-faktor lima besar mencakup ekstraversi, mudah akur dan bersepakat, sifat berhati-hati, stabilitas emosi, dan terbuka terhadap hal-hal baru.

2.5. Menilai kepribadian
Alasan paling penting mengapa manajer perlu mengetahui cara menilai kepribadian adalah karena penelitian menunjukkan bahwa tes-tes kepribadian sangat berguna dalam membuat keputusan perekrutan.Nilai dalam tes kepribadian membantu manajer meramalkan calon terbaik untuk suatu pekerjaan.
Terdapat tiga cara utama untuk menilai kepribadian:
  1. Survei mandiri

  2. Survei peringkat oleh pengamat

  3. Ukuran proyeksi (Rorschach Inkblot test dan Thematic Apperception Test)




2.6. Sifat Kepribadian Utama Yang Memengaruhi Perilaku Organisasi
  1. Evaluasi inti diri

Evaluasi inti diri adalah tingkat di mana individu menyukai atau tidak menyukai diri mereka sendiri, apakah mereka menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan apakah mereka merasa memegang kendali atau tidak berdaya atas lingkungan mereka.Evaluasi inti diri seorang individu ditentukan oleh dua elemen utama: harga diri dan lokus kendali.Harga diri didefinisikan sebagai tingkat menyukai diri sendiri dan tingkat sampai mana individu menganggap diri mereka berharga atau tidak berharga sebagai seorang manusia.

  1. Machiavellianisme

Machiavellianisme adalah tingkat di mana seorang individu pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses.Karakteristik kepribadian Machiavellianisme berasal dari nama Niccolo Machiavelli, penulis pada abad keenam belas yang menulis tentang cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan.

  1. Narsisisme

Narsisisme adalah kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan diri yang berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri.Sebuah penelitian mengungkap bahwa ketika individu narsisis berpikir mereka adalah pemimpin yang lebih baik bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka, atasan mereka sebenarnya menilai mereka sebagai pemimpin yang lebih buruk.Individu narsisis seringkali ingin mendapatkan pengakuan dari individu lain dan penguatan atas keunggulan mereka sehingga individu narsisis cenderung memandang rendah dnegan berbicara kasar kepada individu yang mengancam mereka.Individu narsisis juga cenderung egois dan eksploitif, dan acap kali memanfaatkan sikap yang dimiliki individu lain untuk keuntungannya

  1. Pemantauan diri

Pemantauan diri adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya dengan faktor situasional eksternal.Individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi menunjukkan kemampuan yang sangat baik dalam menyesuaikan perilaku dengan faktor-faktor situasional eksternal.Bukti menunjukkan bahwa individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi cenderung lebih memerhatikan perilaku individu lain dan pandai menyesuaikan diri bila dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat pemantauan diri yang rendah.

  1. Kepribadian tipe A

Kepribadian tipe A adalah keterlibatan secara agresif dalam perjuangan terus-menerus untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit dan melawan upaya-upaya yang menentang dari orang atau hal lain.Dalam kultur Amerika Utara, karakteristik ini cenderung dihargai dan dikaitkan secara positif dengan ambisi dan perolehan barang-barang material yang berhasil.Karakteristik tipe A adalah:selalu bergerak, berjalan, dan makan cepat; merasa tidak sabaran; berusaha keras untuk melakukan atau memikirkan dua hal pada saat yang bersamaan; tidak dapat menikamti waktu luang; terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah hal yang bisa mereka peroleh.

  1. Kepribadian proaktif

Kepribadian proaktif adalah sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Pribadi proaktif menciptakan perubahan positif daalam lingkungan tanpa memedulikan batasan atau halangan.

B.  Nilai
2.6. Pentingnya Nilai
Nilai penting terhadap penelitian perilaku organisasional karena menjadi dasar pemahaman sikap dan motivasi individu, dan karena hal itu berpengaruh terhadap persepsi kita.

2.7.  Jenis-Jenis Nilai
Ada dua pendekatan untuk mengembangkan tipologi-tipologi nilai.
  1. Rokeach Value Survey

RVS terdiri atas dua kumpulan nilai, dengan setiap kumpulan memuat 18 pokok nilai individual.Satu kumpulan, yang disebut nilai terminal merujuk pada keadaan – keadaan akhir yang di inginkan. Ini adalah tujuan yang ingin dicapai seseorang selama masa hidupnya. Kumpulan lain disebut nilai instrumental merujuk pada perilaku atau cara – cara yang lebih disukai untuk mencapai tujuan terminal

  1. Kelompok Kerja Kontemporer

Kita telah menggabungkan beberaapa analisis terbaru mengenai nilai kerja ke dalam empat kelompok yang berusaha mendapatkan nilai unik dari kelompok atau generasi berbeda dalam angkatan kerja AS. Dari sana menunjukkan bahwa karyawan dapat digolongkan berdasarkan masa dimana mereka memasuki angkatan kerja tersebut.
2.8.  Nilai Lintas Kultur
Karena nilai-nilai berbeda disetiap kultur, sebuah pemahaman mengenai perbedaan ini harus berguna dalam menjelaskan dan memprediksi perilaku karyawan dari negara yang berbeda-beda

  1. Kerangka Hofstede untuk menilai kultur

Dikatakan bahwa ada lima dimensi nilai kultur nasional yang berbeda-beda yaitu :
1.      Jarak kekuasaan
Tingkatan dimana individu dalam suatu negara setuju bahwa kekuatan dalam institusi dan organisasi didistribusikan secara tidak sama
2.      Individualisme vs kolektivisme
Individualisme adalah tingkatan di mana individu lebih suka bertindak sebagai individu daripada anggota kelompok dan menjunjung tinggi hak-hak individual. Sedangkan kolektivisme menekankan kerangka sosial yang kuat di mana individu mengharap individu lain dalam kelompok  mereka untuk menjaga dan melindungi mereka.
3.      Maskulinitas vs femininitas
Tingkatan dimana kultur lebih menyukai peran- peran maskulin tradisional seperti pencapaian, kekuatan, dan pengendalian versus kultur yang memandang pria dan wanita memiliki kedudukan yang sejajar.
4.      Penghindaran ketidakpastian
Tingkatan dimana individu dalam suatu negara lebih memilih situasi terstruktut dibandingkan situasi tidak terstruktur. Dalam kultur dimana tingkat penghindaran ketidakpastian tinggi, individu memiliki tingkat kekhawatiran yang tinggi mengenai ketidakpastian dan ambiguitas. Kultur semacam ini cenderung menekankan hukum, peraturan, dan kendali yang didesain untuk mengurangi ketidakpastian
5.      Orientasi jangka panjang vs orintasi jangka pendek
Poin ini berfokus pada tingkat ketaatan jangka panjang masyarakat terhadap nilai-nilai tradisional. Individu dalam kultur orintasi jangka panjang melihat ke masa depan dan menghargai penghematan, ketekunan, dan tradisi. Sementara itu, individu jangka pendek menghargai masa kini perubahan diterima dengan lebih siap, dan komitmen tidak mewakili halangan-halangan menuju perubahan

  1. Kerangka Globe untuk menilai kultur

Tim globe mengidentifikasikan sembilan dimensi dalam kultur nasional yang berbeda yaitu
1.      Ketegasan
Tingkatan sampai mana suatu masyarakat mendorong individu  untuk bersikap tegar, konfrontatif,  tegas dan kompetitif  dibandingkan rendah hati dan lembut
2.      Orientasi masa depan
Tingkatan sampai mana suatu masyarakat mendorong dan menghargai perilaku yang berorientasi pada masa depan.
3.      Perbedaan gender
Tingkatan sampao mana suatu masyarakat memperbesar perbedaan gender
4.      Penghindaran ketidakpastian
Adalah kepercayaan masyarakat terhadap norma dan prosedur sosial untuk mengurangi ketidakmampuan dalam memprediksikan  kejadian masa depab
5.      Jarak kekuasaan
Tingkatan sampai mana anggota suatu masyarakat dapat menerima kekuasaan dibagi secara tidak adil
6.      Individualisme/kolektivisme
Tingkatan sampai mana individu didorong oleh situasi-situasi sosial untuk bergabung dalam kelompok – kelompok suatu organisasi dan masyarakat

7.      Kolektivisme dalam kelompok
Bagaimana anggota suatu institusi sosial merasa bangga atas keanggotaannya dalam kelompok kecil, seperti keluarga
8.      Orientasi kinerja
Tingkatan sampai mana suatu masyarakat mendorong, dan menghargai anggotanya atas peningkatan prestasi dan keunggulan
9.      Orientasi kemanusiaan
Hal ini didefinisikan sebagai tingkatan sampao mana masyarakat mendorong dan menghargai individu untuk bersikap adil,altruostis,murah hati,perhatian, dan baik terhadap individu lain.

B.  Menghubungkan Kepribadian & Nilai Seorang Individu dengan Tempat Kerja

3.1. Kesesuaian individu - Pekerjaan 
            Teori kesesuaian kepribadian pekerjaan mengidentifikasikan enam tipe kepribadian dan mengemukakan bahwa kesesuaian antara tipe kepribadian dan lingkungan pekerjaan menentukan kepuasan dan perputaran karyawan.Enam tipe itu sebagai berikut :








Jenis
Karekteristik Kepribadian
Pekerjaan yang kongruen
Realitic :lebih menyukai aktivitas fisik yang membutuhkan keterampilan,kekuatan, dan koordinasi
Pemalu, sungguh-sungguh,gigih,stabil,mudah menyesuaikan diri,praktis
Mekanik,operator alat bor,pekerja lini perakitan,petani
Investigatif : lebih menyukai kativitas yang melibatjan proses berpikir,berorganisasi, dan memahami
Analitis,tidak dibuat-buat,ingin tahu,bebas
Ahli biologi,ahli ekonomi,ahli matematika, dan pembawa acara
Sosial : lebih suka aktivitas sosial seperti membantu dan mengarahkan orang lain
Suka bergaul,ramah,kooperatif,pengertian
Pekerja sosial,guru,konselor,psikolog klinis
Konvensional : lebih menyukai akivitas yang diatur oleh peraturan, rapi dan tidak ambigu
Patuh,efisien,praktis,tidak imajinatif,tidak fleksibel
Akuntan,manajer perusahaan,kasir bank,juru tulis
Giat : lebih menyukai aktivitas verbal dimnan terdapat banyak peluang untuk mempengaruhi orang lain
Percaya diri,ambisius,energetik,mendominasi
Pengacara,agen real estat,humas,manajer bisnis kecil
Artistik:lebih menyukai aktivitas ambigu dan tidak sistematis,memungkinkan ekspresi yang kreatif
Imajinatif,tidak suka di bawah aturan,idealistis, emosional, tidak praktis
Pelukis,musisi,penulis,desainer interior



3.1.  Kesesuaian individu - Organisasi   
Kesesuaian individu – organisasi pada dasarnya memperlihatkan bahwa individu meninggalkan organisasi-organisasi yang tidak cocok dengan kepribadian mereka. Menggunakan terminologi lima beswar, misalnya, kita bisa memperkirakan bahwa individu dengan tingkat ekstraversi tinggi lebih sesuai dengan kultur-kultur yang agresif dan berorientasi tinggi, individu dengan tingkat kesetujuan tinggi lebih sesuai dengan iklim organisasi suportif dibandingkan dengan yang berfokus pada keagresifan, dan individu dengan tingkat keterbukaan terhadap hal-hal baru tinggi lebih sesuai dengan organisasi yang menekankan inovasi dibandingkan standarisasi. Mengikuti pedoman ini pada saat menerima karyawan dapat membantu kita memilih karywan yang sesuai dengan kultur organisasi, yang pada akhirnya, menghasilkan ingkat kepuasan karyawan yang lebih tinggi dan perputaran karyawan yang lebih rendah



           
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan. Namun apa yang merupakan persepsi seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang objektif. Karena perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka akan realitas, dan bukan pada realitas itu sendiri, maka persepsi sangat penting pula dipelajari dalam perilaku organisasi.
Persepsi menurut Robbins adalah suatu proses yang ditempuh oleh setiap individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka.
Menurut Manahan, persepsi adalah gambaran seseorang tentang sesuatu obyek yang menjadi fokus permasalahan yang sedang dihadapi.

2.2. Faktor-faktor  yang mempengaruhi persepsi
Ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu :
1. Pelaku persepsi : penafsiran seorang individu pada suatu objek yang dilihatnya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri, diantaranya sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan akan merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka. 
2. Target : Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target akan membentuk cara kita memandangnya. Misalnya saja suatu gambar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang oleh orang yang berbeda. Selain itu, objek yang berdekatan akan dipersepsikan secara bersama-sama pula. 
3. Situasi : Situasi juga berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja, seorang wanita yang berparas lumayan mungkin tidak akan terlalu ‘terlihat’ oleh laki-laki bila ia berada di mall, namun jika ia berada dipasar, kemungkinannya sangat besar bahwa para lelaki akan memandangnya.
Dari pendapat di atas yang dimaksud dengan persepsi adalah proses gambaran yang ada pada individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan yang diterima oleh indera sehingga memberikan makna kepada lingkungan. 
Ketika seorang individu melihat suatu sasaran atau mengobservasi dan berusaha menginterprestasikan apa yang ia lihat, interprestasi itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari pribadi individu yang melihat. Karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi terdiri dari sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu, dan harapan.

2.3. Beberapa Isu Mengenai Persepsi Orang
Persepsi yang diberikan terhadap orang akan berbeda dengan persepsi terhadap objek mati, terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli berkaitan dengan cara membuat penilaian mengenai orang lain atau persepsi orang adalah teori atribusi : teori yang mengarahkan bagaimana kita mengamati perilaku individu dan mencoba menentukan apakah masalah tersebut ditimbulkan secara internal atau eksternal
a.Teori Atribusi / hubungan
Menurut Manahan adalah proses pembentukan persepsi dimulai dengan jalan obsevasi tentang sesuatu obyek atau subyek, yang kemudian diinterpretasikan menjadi persepsi dengna melengkapi gambaran-gambaran penyebab dan yang akan mengakibatkan sesuai akan terjadi secara berlanjut. 
Sedangkan menurut Robbins adalah pada dasarnya mengungkapkan bahwa bila individu mengamati perilaku, mereka mencoba menentukan apakah itu disebabkan faktor internal atau eksternal. Misalnya saja persepsi kita terhadap orang akan dipengaruhi oleh penyebab-penyebab internal karena sebagai manusia mereka mempunyai keyakinan, maksud, dan motof-motif didalam dirinya. Namun persepsi kita terhadap benda mati seperti gedung, api, air, dan lain sebagainya, akan berbeda karena mereka adalah benda mati yang memiliki hukum alamnya sendiri (eksternal). Penentuan apakah perilaku itu merupakan penyebab eksternal atau internal bergantung pada tiga faktor :
- Kekhususan : apakah seorang individu memperlihatkan perilaku yang berlainan dalam situasi yang berlainan.
- Konsensus : yaitu jika setiap orang yang menghadapi situasi serupa bereaksi dengan cara yang sama.
- Konsistensi : apakah seseorang memberikan reaksi yang sama dari waktu ke waktu.
Salah satu penemuan yang menarik dari teori ini adalah bahwa ada kekeliruan atau prasangka (bias, sikap berat sebelah) yang menyimpangkan atau memutar balik atribusi. Bukti mengemukakan bahwa kita cenderung meremehkan pengaruh faktor dari luar dan melebih-lebihkan pengaruh faktor internal. Misalnya saja, penurunan penjualan seorang salesman akan lebih dinilai sebagai akibat dari kemalasannya daripada akibat kalah saing dari produk pesaing.

b.Jalan Pintas
Ada beberapa teknik dalam menilai orang yang memungkinkan kita membuat persepsi yang lebih akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid (sahih) untuk membuat ramalan. Namun teknik-teknik ini akan menceburkan kita dalam kesulitankarena tidak ‘foolproof’. Karena itu, pemahaman akan jalan pintas ini dapat membantu kita mewaspadai bila teknik-teknik ini menghasilkan distorsi.
• Persepsi selektif : orang-orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan berdasarkan pengalaman, latar belakang, kepentingan, dan sikap. Hal ini dikarenakan kita tidak dapat mengamati semua yang berlangsung disekitar kita.
• Efek halo : yaitu menarik eksan umum mengenai seorang individu berdasarkan suatu karakteristik tunggal.
• Efek kontras : yaitu evaluasi atas karakteristik-karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh pembandingan-pembandingan dengan orang lain yang baru saja dijumpai yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada karakteristik yang sama. 
• Proyeksi : Yaitu menghubungkan karakteristik kita sendiri ke orang lain. Misalnya saja orang yang bekerja dengan cepat dan ulet akan menganggap orang lain sama dengannya.
• Berstereotipe : yaitu menilai seseorang bedasarkan persepsi seorang terhadap kelompok seseorang itu. Misalnya kita menilai bahwa orang yang gemuk malas, maka kita akan mempersepsikan semua orang gemuk secara sama. Generalisasi seperti ini dapat menyerdehanakan dunia yang rumit ini dan memungkinkan kita mempertahankan konsistensi, namun sangat mungkin juga bahwa stereotipe itu tidak mengandung kebenaran ataupun tidak relevan.

c. Penerapan Khusus dalam Organisasi
Penilaian memiliki banyak konsekuensi bagi organisasi. Didalamnya orang-orang selalu saling menilai. Berikut ini adalah beberapa penerapannya yang lebih jelas :
1. Wawancara karyawan : bukti menunjukkan bahwa wawancara sering membuat penilaian perseptual yang tidak akurat. Pewawancara yang berlainan akan melihat hal-hal yang berlainan dalam diri seorang calon yang sama. Jika wawancara merupakan suatu masukan yang penting dalam keputusan mempekerjakan, perusahaan harus mengenali bahwa faktor-faktor perseptual mempengaruhi siapa yang dipekerjakan dan akhirnya mempengaruhi kualitas dari angkatan kerja suatu organisasi.
2. Pengharapan kinerja : Bukti menunjukkan bahwa orang akan berupaya untuk mensahihkan persepsi mereka mengenai realitas, bahkan jika persepsi tersebut keliru. Pengharapan kita mengenai seseorang/sekelompok orang akan menentukan perilaku kita. Misalnya manager memperkirakan orang akan berkinerja minimal, mereka akan cenderung berperilaku demikian untuk memenuhi ekspektasi rendah ini.
3. Evaluasi kinerja : penilaian kinerja seorang karyawan sangat bergantung pada proses perseptual. Walaupun penilaian ini bisa objektif, namun banyak yang dievaluasi secara subjektif. Ukuran subjektif adalah berdasarkan pertimbangan, yaitu penilai membentuk suatu kesan umum mengenai karyawan. Semua persepsi dari penilai akan mempengaruhi hasil penilaian tersebut.
4. Upaya karyawan : Dalam banyak organisasi, tingkat upaya seorang karyawan dinilai sangat penting, jadi bukan hanya kinerja saja. Namun penilaian terhadap upaya ini sering merupakan suatu pertimbangan subjektif yang rawan terhadap distorsi-distorsi dan prasangka (bias) perseptual.
5. Kesetiaan karyawan : pertimbangan lain yang sering dilakukan manager terhadap karyawan adalah apakah karyawan tersebut setia atau tidak kepada organisasi. Sayangnya, banyak dari penilaian kesetiaan tersebut bersifat pertimbangan. Misalnya saja individu yang melaporkan tindakan tak etis dari atasan dapat dilihat sebagai bertindak demi kesetiaan kepada organisasi ataupun sebagai pengacau.

2.4. Hubungan antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individual
Pengambilan kuputusan individual, baik ditingkat bawah maupun atas, merupakan suatu bagian yang penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu dalam organisasi mengambil keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah. Terdapat suatu penyimpangan antara suatu keadaan dewasa ini dan sesuatu keadaan yang diinginkan, yang menuntut pertimbangan arah tindakan alternatif. Misalnya, seorang manager suatu divisi menilai penurunan penjualan sebesar 2% sangat tidak memuaskan, namun didivisi lain penurunan sebesar itu dianggap memuaskan oelh managernya.
Perlu diperhatikan bahwa setiap keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap informasi. Karena itu, data yang diterima perlu disaring, diproses, dan ditafsirkan. Misalnya, data mana yang relevan dengan pengambilan keputusan. Persepsi dari pengambil keputusan akan ikut menentukan hal tersebut, yang akan mempunyai hubungan yang besar pada hasil akhirnya.
Dalam kenyataannya pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seseorang tidak sistematis seperti proses yang dikemukakan sebelumnya. Keputusan individu dalam organisasi biasanya dilakukan untuk permasalahan-permasalahan yang tidak kompleks. Dalam pengambilan suatu keputusan individu dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu nilai individu, kepribadian, kecenderungan dalam pengambilan resiko dan kemungkinan ketidakcocokan.
Persepsi merupakan fungsi penting bagi individu dalam membuat keputusan (decission making) karena persepsi mejadi landasan bagi individu untuk meyusun identifikasi, analisa, serta menyimpulkan suatu objek atau subjek yang dipersepsikan.

2.5. Bagaimana Keputusan seharusnya dibuat
a.Proses Pengambilan Keputusan Rasional
Pengambil keputusan harus membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas-batas tertentu. Ada enam langkah dalam model pengambilan keputusan yang rasional, yaitu : menetapkan masalah, mengidentifikasi kriteria keputusan, mengalokasikan bobot pada kriteria, mengembangkan alternatif, mengevaluasi alternatif, dan memilih alternatif terbaik.
Model pengambilan keputusan yang rasional diatas mengandung sejumlah asumsi, yaitu :
  1. Kejelasan masalah : pengambil keputusan memiliki informasi  lengkap sehubungan dengan situasi keputusan.

  2. Pilihan-pilihan diketahui : pengambil keputusan dapat mengidentifikasi semua kriteria yang relevan dan dapat mendaftarkan semua alternatif yang dilihat.

  3. Pilihan yang jelas :kriteria dan alternatif dapat diperingkatkan sesuai pentingnya.

  4. Pilihan yang konstan : kriteria keputusan konstan dan beban yang ditugaskan pada mereka stabil sepanjang waktu.

  5. Tidak ada batasan waktu dan biaya : sehingga informasi lengkap dapat diperoleh tentang kriteria dan alternatif.

  6. Pelunasan maksimum : alternatif yang dirasakan paling tinggi akan dipilih.




b. Meningkatkan Kreativitas dalam Pengambilan Keputusan
Dengan adanya kreativitas pengambil keputusan dapat memproduksi gagasan-gagasan baru yang bermanfaat. Selain itu, juga memungkinkan untuk lebih menghargai dan memahami masalah, termasuk masalah yang tidak dapat dilihat orang lain.
1. Potensial kreatif : yaitu potensi yang dimiliki kebanyakan orang, namun untuk mengeluarkannya orang harus keluar dari kebiasaan psikologis yang kebanyakan dari kita terlibat didalamnya dan belajar bagaimana berpikir tentang satu masalah dengan cara yang berlainan.
2. Model kreativitas tiga komponen : suatu badan riset menunjukkan bahwa kreativitas individual pada hakikatnya menuntut keahlian, ketrampilan berpikir kreatif, dan motivasi tugas intrinsik. Semakin tinggi tingkat dari masing-masing komponen ini, maka semakin tinggi pula kreativitas seseorang.

2.6. Bagaimana Sebenarnya Keputusan Dalam organisasi dibuat
Dalam suatu organisasi mengambil keputusan merupakan solusi dari suatu masalah yang disepakati bersama dan sesuai dengan tujuan dari oragansasi itu sendiri. Kebanyakan keputusan dalam organisasi biasanya diambil seperti dibawah ini :
1. Rasionalitas terbatas : para individu mengambil keputusan dengan merancang bangun model-model yang disederhanakan yang menyuling ciri-ciri hakiki dari masalah tanpa menangkap semua kerumitannya. Bila berhadapan pada masalah yang kompleks, kebanyakan orang menanggapi dengan mengurangi masalah pada level amna masalah itu dapat dipahami. Ini disebabkan karena kemampuan manusia mengolah informasi terbatas, membuatnya tidak mungkin mengasimilasi dan memahami semua informasi yang perlu untuk optimisasi. Dengan demikian, mereka mencari pemecahan yang memuaskan.
2, Intuisi : penggunaan intuisi untuk mengambil keputusan tidak lagi diangap tak rasional atau tak efektif. Ada pengakuan yang makin berkembang bahwa analisis rasional terlalu ditekankan dan bahwa dalam kasus-kasus tertentu mengandalkan pada intuisi dapat memperbaiki pengambilan keputusan. Namun perlu dilihat bahwa definisi intuitif dari para ahli adalah suatu proses tak sadar yang diciptakan dari dalam pengalaman yang tersaring. Intuisi ini juga saling melengkapi dengan analisi rasional. Ada 8 kondisi dimana orang paling mungkin menggunakan intuisi didalam pengambilan keputusan, yaitu : bila ada ketakpastian dalam tingkat yang tinggi, bila hanya sedikit preseden untuk diikuti, bila variabel-variabel kurang dapat diramalkan secara ilmiah, bila ‘fakta’ terbatas, bila fakta tidak menunjukkan dengan jelas jalan utnuk dituruti, bila data analitis kurang berguna, bila ada beberapa penyelesaian alternatif untuk dipilih dengan argumen yang baik, dan bila waktu terbatas dan ada tekanan untuk segera diambil keputusan yang tepat.
3. Identifikasi masalah : masalah yang tampak cenderung memiliki probabilitas terpilih lebih tinggi dibanding masalah-masalah yang penting. Ada dua alasan atas hal tersebut : mudah untuk mengenal masalah-masalah yang tampak, dan karena kita prihatin dengan pengambilan keputusan dalam organisasi sehingga para pengambil keputusan ingin tampil kompeten dan ‘berada pada puncak masalah’.
4. Pengembangan alternatif : bukti menunjukkan bahwa pengambilan keputusan adalah inkremental, bukan komprehensif. Artinya pengambil keputusan mengindari tugas-tugas sulit yang mempertimbangkan semua faktor penting, menimbang relatif untung dan ruginya, serta mengkalkulasi nilai untuk masing-masing alternatif. Sebagai gantinya, mereka membuat suatu perbandingan terbatas yang bersifat suksesif. Akibatnya pilihan keputusanpun disederhanakan dengan hanya membandingkan alternatif-alternatif yang berbeda dalam tingkat yang relatif kecil dari pilihan terbaru.
5. Membuat pilihan : untuk menghindari keputusan yang terlalu sarat, para pengambil keputusan mengandalkan heuristik atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan keputusan. Ada dua kategori umum heuristik dan satu bias lainnya, yaitu :
1. Heuristik ketersediaan : kecenderungan pada orang untuk mendasarkan penilaian pada informasi yang sudah ada ditangan mereka. Ini menjelaskan mengapa para manager lebih mempertimbangkan kinerja terakhir karyawan daripada kinerjanya setengah tahun yang lalu. Sama halnya dengan pikiran orang bahwa naik pesawat lebih berbahaya daripada mobil.
2. Heuristik representatif : menilai kemungkinan dari suatu kejadian dengan menarik analogi dan melihat situasi identik dimana sebenarnya tidak identik. Contohnya adalah manager yang sering menghubungkan keberhasilan suatu produk baru dengan keberhasilan produk sebelumnya, anak-anak yang menonton film Superman dan merasa dirinya seperti Superman, dan lain sebagainya.
3. Peningkatan komitmen : suatu peningkatan komitmen pada keputusan sebelumnya meskipun ada informasi negatif. Individu meningkatkan komitmen terhadap suatu arah tindakan yang gagal ketika mereka memandang diri mereka sebagai orang yang bertanggung jawab atas kegagalan tersebut, dengan tujuan untuk memperlihatkan bahwa keputusan awal mereka tidak keliru dan menghindari keharusan untuk mengakui kekeliruan itu. Banyak organisasi menderita kerugian karena seorang manager bertekad membuktikan bahwa keputusan awalnya benar dengan terus mengorbankan sumber daya kepada apa yang merupakan kerugian sejak awal.
3 Perbedaan individual-gaya pengambilan keputusan 
Dari hasil riset mengidentikasikan empat pendekatan individual yang berbeda dalam pengambilan keputusan, yaitu :
- Analitis : memiliki toleransi jauh lebih besar terhadap ambiguitas, cermat, mampu menyesuaikan diri dengan situasi baru.
- Direktif : memiliki toleransi rendah atas ambiguitas, mencari rasionalitas, efisien, logis, mengambil keputusan cepat, dan berorientasi jangka pendek.
- Konseptual : berpandangan sangat luas, mempertimbangkan banyak alternatif, orientasi jangka panjang, dan anagt baik untuk menemukan solusi yang kreatif.
- Perilaku : bisa bekerja baik dengan yang lain, memperhatikan kinerja rekan kerja dan usulan-usulan mereka, mengandalkan pertemuan untuk berkomunikasi, mencoba menghindari konflik, dan mengupayakan penerimaan.

4. Hambatan dari organisasi 
Hambatan dari organisasi mengakibatkan para manager akan membentuk keputusan sesuai dibawah ini :
- Evaluasi kinerja : manager dipengaruhi oleh kriteria yang mereka gunakan untuk mengevaluasi. Mereka akan bertindak sesuai apa yang dijadikan penilaian/tolok ukur.
- Sistem imbalan : yaitu dengan mengemukakan kepada karyawan pilihan apa yang lebih disukai terhadap upah. Umumnya organisasi membuat peraturan formal untuk membakukan perilaku anggotanya. Dengan memprogramkan keputusan, organisasi mampu membuat individu mencapai level kinerja tinggi, namun membatasi pilihan pengambilan keputusan.
- Pembatasan waktu yang menentukan sistem : batas waktu yang eksplisit dalam pengambilan keputusan menciptakan tekanan waktu pada pengambil keputusan dan sering mempersulit untuk mengumpulkan semua informasi yang ingin merka dapatkan.
- Reseden historis : keputusan yang diambil dimasa lalu akan terus membayangi keputusan saat ini.
5. Perbedaan – perbedaan Kultural 
Latar belakang budaya dari pengambil keputusan dapat mempengaruhi seleksi masalah, kedalaman analisis, arti penting yang ditempatkan pada logika dan rasionalitas, atau apakah keputusan organisasional hendaknya diambil secara otokratis atau secara kolektif.
Menurut Robbins lebih lanjut mengemukakan kultur berbeda-beda berdasarkan orientasi waktu, kepentingan rasionalitas, keyakinan terhadap kemampuan individu untuk menyelesaikan masalah, dan pilihan untuk membuat keputusan kolektif.

2.7. Pengambilan keputusan yang etis
Bagian terakhir adalah mengenai keetisan dalam pengambilan keputusan. Ada tiga kriteria keputusan yang etis, yaitu : kriteria utilitarian (dimana keputusan diambil semata-mata atas dasar hasil/konsekuensi mereka), menekankan pada hak dasar individu sesuai dengan Piagam Hak Asasi, dan menekankan pada keadilan. Kepedulian yang meningkat dalam masyarakat mengenai hak individu dan keadilan sosial menyarankan perlunya bagi manager untuk mengembangkan standar-standar etika yang didasarkan pada kriteria non-utiliter. Tentu saja ini adalah sebuah tantangan yang besar bagi manager, karena dengan demikian akan melibatkan jauh lebih banyak ambiguitas. Ini membantu menjelaskan mengapa para manager makin banyak dikritik karena tindakan-tindakannya. Kini, keputusan seperti menaikkan harga, menutup pabrik, memberhentikan karyawan secara massal, memindahkan produksi keluar negeri untuk mengurangi biaya, hanya dapat dibenarkan dalam makna utiliter, sedangkan keputusan tidak dapat lagi dinilai hanya dari kriteria tunggal tersebut.
Pengambilan keputusan yang etis juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
  1. tahap perkembangan moral :  suatu tahap penilaian (assesment) dari kapasitas seseorang  untuk menimbang nimbang apakah secara moral benar.

  2. lingkungan organisasi : merujuk pada persepsi  karyawan mengenai pengharapan (ekspektasi) organisasional, apakah organisasi itu mendorong dan mendukung perilaku etis dengan memberi ganjaran atau menghalangi  perilaku tak etis dengan memberikan hukuman atau sangsi.

  3. tempat kedudukan kendali : tempat kedudukan kendali tidak lepas dari  struktur organisasi , pada umumnya  individu individu yang memiliki moral  kuat akan jauh lebih kecil kemungkinannya untuk mengambil keputusan yang tak etis. namun jika mereka dikendalai  oleh lingkungan organisasi sebagai tempat kedudukannya yang sedikit banyak tidak menyukai pengambilan keputusan etis, ada kemungkinan individu yang telah mempunyai moral kuatpun dapat tercemari oleh suatu lingkungan  organisasi sebagai  tempat kedudukannya  yang mengijinkan atau mendorong praktik praktik pengambilan keputusan tak etis.



Konsep-konsep Motivasi Dasar

Motivasi adalah satu proses yang meghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai tujuan. Intensitas adalah seberapa kerasnya seseorang berusaha, namun intensitas yang tinggi saja tidak akan membawa ke hasil yang diinginkan kecuali disertai dengan upaya/arah. Sedangkan ketekunan adalah ukuran seberapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.

Sejumlah teori-teori awal mengenai motivasi telah muncul sejak 1950-an. Ada tiga teori spesifik pada masa itu yang, meskipun sekarang dipertanyakan kevaliditasnya, agaknya masih penjelasan yang dikenal paling baik untuk motivasi karyawan. Meskipun banyak teori baru yang lebih sahih, namun tiga teori lama ini akan dibahas karena mereka mewakili suatu pondasi darimana teori kontemporer berkembang dan para manager mempraktekkan penggunaan dan peristilahan teori-teori tersebut secara teratur dalam menjelaskan motivasi karyawan.
Teori Hirarki Kebutuhan : Abraham Maslow menghipotesiskan adanya lima jenjang kebutuhan dalam diri semua manusia, yaitu dimulai dari kebutuhan psikologis, keamanan, social, penghargaan, dan yang paling tinggi, aktualisasi diri. Teori ini mengatakan bahwa setelah tiap teori dibawahnya terpuaskan, maka masing-masing teori diatasnya akan menjadi kebutuhan dominan. Sementara motivasi untuk kebutuhan yang telah cukup terpuaskan tidak ada lagi.
Teori X dan Teori Y : dikemukakan oleh Douglas McGregor, dimana Teori X mengandaikan bahwa karyawan tidak menyukai kerja, malas, tidak menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa agar berprestasi. Sementara Teori Y mengandaikan bahwa karyawan menyukai kerja, kreatif, berusaha bertanggung jawab, dan dapat menjalankan pengarahan diri.
Teori Dua Faktor : dikemukakan oleh Frederick Herzberg, dimana ada faktor-faktor intrinsik yang berhubungan dengan kepuasan kerja (prestasi, pengakuan kerja, tanggung jawab, kemajuan, pertumbuhan) dan faktor-faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan ketidakpuasan kerja (kebijakan dan pimpinan perusahaan, penyeliaan, hubungan antarpribadi, dan kondisi kerja). Disebutkan bahwa ada faktor hygiene seperti kebijakan dan administrasi perusahaan, penyeliaan, dan gaji yang, bila memadai dalam pekerjaan, menentramkan pekerja. Bila tidak memadai, maka orang-orang akan tidak terpuaskan.

Sementara itu, ada beberapa teori kontemporer tentang motivasi yang masing-masing memiliki derajat dokumentasi pendukung sahih yang wajar. Teori-teori ini mewakili keadaan terakhir dewasa ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.

A. Teori Erg : oleh Clayton Alderfer dari Universitas Yale yang mengerjakan ulang teori kebutuhan Maslow. Ia berpendapat bahwa ada tiga kelompok :
Eksistensi : mencakup butir-butir yang oleh Maslow dianggap sebagai kebutuhan faali dan keamanan.
Keterhubungan, adalah hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antarpribadi yang penting. Termasuk disini hasrat sosial dan status.
Pertumbuhan, yaitu suatu hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi, mencakup komponen intrinsik dari aktualisasi diri pada teori kebutuhan Maslow.

Disamping menggantikan lima kebutuhan dengan tiga, teori ERG ini juga memperlihatkan bahwa (1) lebih dari satu kebutuhan dapat beroperasi terus, dan (2) jika kepuasan dari suatu kebutuhan tingkat-lebih-tinggi tertahan, maka hasrat untuk memenuhi kebutuhan ditingkat yang lebih rendah meningkat. Disini ketiga kategori dapat beroperasi sekaligus dengan tingkat yang berbeda-beda. Teori ini konsisten dengan perbedaan individual diantara orang-orang. Variabel seperti pendidikan, latar belakang keluarga, dan lingkungan budaya dapat mengubah tingkat kepentingan kebutuhan bagi tiap individu.

B. Teori kebutuhan McClelland : dikemukakan oleh david McClelland dan kawan-kawannya, , teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu :

1. Kebutuhan akan prestasi : dorongan untuk lebih unggul, berprestasi, dan berusaha keras untuk sukses. Peraih prestasi tinggi memiliki hasrat untuk menyelesaikan hal-hal dengan lebih baik. Mereka tidak menyukai kemenangan oleh kebetulan, melainkan tantangan menyelesaikan suatu masalah dan menerima tanggung jawab pribadi untuk sukses ataupun kegagalan.

2. Kebutuhan akan kekuasaan : kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara yang mana tidak akan mereka lakukan jika tidak terpaksa. Individu dengan nPow (need for power) ini menikmati untuk dibebani, bergulat untuk dapat mempengaruhi orang lain, suka ditempatkan dalam situasi kompetitif, berorientasi status, dan cenderung lebih peduli akan prestise dan memperoleh pengaruh terhadap orang lain daripada kinerja yang efektif.

3.  Kebutuhan akan afiliasi : hasrat untuk hubungan antarpribadi yang ramah dan akrab, untuk disukai dan diterima baik oleh orang lain. Individu dengan motif afiliasi yang tinggi berjuang keras untuk persahabatan, menyukai situasi yang kooperatif, dan ssangat menginginkan hubungan yang melibatkan derajat pemahaman timbale balik yang tinggi.

Untuk mengetahui kebutuhan mana yang dominan pada diri individu, beberapa metode seperti kuisioner, tes proyektif dengan gambar dapat efektif. Perlu diperhatikan bahwa kebutuhan untuk berprestasi tinggi tidak selalu berarti dapat menjadi manager yang baik, terutama dalam organisasi-organisasi besar. Sementara kebutuhan akan afiliasi erat dikaitkan dengan sukses manajerial. Manager terbaik tinggi dalam kenutuhan kekuasaan dan rendah dalam kebutuhan afiliasinya.

C. Teori evaluasi kognitif : dikemukakan bahwa diperkenalkannya ganjaran-ganjaran ekstrinsik, seperti upah, untuk upaya kerja yang sebelumnya secara intrinsik telah memberi ganjaran karena adanya kesenangan yang dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, akan cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan. Dengan kata lain, bila ganjaran ekstrinsik diberikan kepada seseorang untuk menjalankan suatu tugas yang menarik, pengganjaran itu menyebabkan minat intrinsik terhadap tugas itu sendiri merosot. Namun teori ini telah dipertanyakan diantara para spesialis kompensasi selama bertahun-tahun bahwa jika upah atau ganjatan ekstrinsik lain harus merupakan motivator yang efektif, ganjaran itu seharusnya dibuat bergantung pada kinerja seorang individu. Selain itu, teori ini juga diserang dalam hal metodologi yang digunakan didalamnya dan dalam penafsiran dari penemuan-penemuan itu. Teori ini mungkin relevan dengan perangkat pekerjaan organisasi yang berada diantaranya, yaitu pekerjaan yang tidak luar biasa membosankan dan tidak luar biasa menarik.

D. Teori penetapan tujuan : bahwa tujuan yang khusus akan sulit menghantar ke kinerja yang lebih tinggi. Hal ini dibuktikan benar, adanya tujuan sulit yang spesifik akan menghasilkan kinerja lebih tinggi bila diterima dengan baik. Kespesifikan tujuan itu sendiri akan bertindak sebagai ransangan internal. Tetapi, adalah logis juga untuk mengandaikan bahwa tujuan yang mudah akan lebih besar kemungkinan untuk diterima. Tetapi sekali seorang karyawan menerima tugas yang sulit, ia akan mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi sampai tugas itu dicapai, diturunkan, atau ditinggalkan. Ada beberapa factor yang mempengaruhi hubungan tujuan-kinerja, yaitu umpan balik,  komitmen tujuan, kefektifan diri yang memadai, dan budaya nasional.

E.  Teori penguatan : adalah lawan bagi teori penetapan tujuan, yang menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya. Teori ini mengabaikan keadaan internal dari individu dan memusatkan semata-mata hanya pada apa yang terjadi pada seseorang bila ia mengambil suatu tindakan. Karena teori ini tidak memperdulikan apa yang mengawali perilaku, teori ini bukanlah teori motivasi. Tetapi ia memberikan analisis yang ampuh terhadap apa yang mengendalikan perilaku. Kita tidak dapat mengabaikan fakta bahwa penguatan memiliki pengikut yang luas sebagai piranti motivasional. Bagaimanapun, dalam bentuknya yang murni, teori ini mengabaikan perasaan, sikap, pengharapan, dan variable kognitif lainnya yang dikenal berdampak terhadap perilaku. Tidak diragukan bahwa penguatan mempunyai pengaruh yang penting atas perilaku.

F.   Teori keadilan : bahwa individu membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan/keluaran orang lain dan kemudian berespons untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. Peran yang dimainkan keadilan dalam motivasi akan memicu individu untuk mengoreksinya. Untuk itu, ada empat pembandingan acuan yang dapat digunakan karyawan/individu tersebut :

1. Didalam diri sendiri : pengalaman seorang karyawan dalam posisi yang berbeda didalam organisasinya dewasa ini.

2. Diluar diri sendiri : pengalaman seorang karyawan dalam posisi/situasi diluar organisasinya saat ini.

3. Didalam diri orang lain : individu atau kelompok individu lain didalam organisasi karyawan itu.

4. Diluar diri orang lain : individu atau kelompok individu diluar organisasi karyawan itu.

Acuan mana yang dipilih seorang karyawan akan dipengaruhi oleh informasi yang dipegang karyawan itu mengenai acuan-acuan maupun oleh daya tarik acuan itu, sehingga ada pemusatan pada empat variable pelunak : jenis kelamin, masa kerja, level dalam organisasi, dan tingkat pendidikan/profesionalisme.

Berdasarkan teori ini, bila karyawan mepersepsikan suatu ketidakadilan mereka dapat meramalkan untuk mengambil salah satu dari enam pilihan berikut :

1. Mengubah masukan mereka (misalkan tidak mengeluarkan banyak upaya).

2. Mengubah keluaran mereka.

3. Mendistorsikan persepsi mengenai diri.

4. Mendistorsikan persepsi mengenai orang lain.

5. Memilih acuan yang berlainan.

6. Meninggalkan medan.

Secara khusus, teori keadilan menegakkan empat dalil yang berkaitan dengan upah yang tidak adil :

-  Pembayaran menurut waktu, karyawan yang diganjjar terlalu tinggi menghasilkan lebih tinggi daripada karyawan yang dibayar dengan adil.

-  Dengan adanya pembayaran menurut kuantitas produksi, karyawan yang diganjar lebih tinggi menghasilkan lebih sedikit satuan, tetapi dengan kualitas yang lebih tinggi daripada karyawan yang dibayar dengan adil.

-   Dengan adanya penggajian menurut waktu, karyawan yang kurang diganjar menghasilkan keluaran dengan kualitas yang kurang atau lebih buruk.

-   Dengan adanya penggajian menurut kuantitas produksi, karyawan yang kurang diberi ganjaran menghasilkan sejumlah besar satuan dengan adil.

Sebagai kesimpulan, teori keadilan memperlihatkan bahwa, untuk kebanyakan karyawan, motivasi sangat dipengaruhi oleh ganjaran relatif maupun ganjaran mutlak.

G.  Teori harapan : dikembangkan oleh Victor Vroom, yang meskipun banyak dikritik, banyak bukti riset yang mendukungnya. Teori ini berargumen bahwa seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik; penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi; dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi individu.

Oleh karenanya, teori ini memfokuskan pada tiga hubungan :

-  Hubungan upaya-kinerja : probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan mendorong kinerja.

-  Hubungan kinerja-ganjaran : derajat sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan.

-   Hubungan ganjaran-tujuan pribadi : derajat sejauh mana ganjaran organisasional memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi individu dan potensi daya tarik ganjaran tersebut bagi individu.

Teori harapan ini sangat membantu menjelaskan mengapa banyak sekali pekerja tidak termotivasi pada pekerjaan mereka dan semata-mata melakukan yang minimum untuk menyelamatkan diri. Namun, teori ini cenderung bersifat idealistis karena sedikit individu yang mempersepsikan suatu korelasi yang tinggi antara kinerja dan ganjaran dalam pekerjaan mereka. Jika organisasi benar-benasr mengganjar individu untuk kinerja, bukannya menurut kriteria seperti senioritas, upaya, tingkat ketrampilan, dan sulitnya pekerjaan, maka validitas teori ini mungkin lebih besar.

Emosi adalah perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu.Emosi adalah reaksi terhadap seseorang atau kejadian. Emosi dapat ditunjukkan kerika merasa senang mengenai sesuatu, marah kepada seseorang, ataupun takut terhadap sesuatu

Kata "emosi" diturunkan dari kata bahasa Perancis, émotion, dari émouvoir, 'kegembiraan' dari bahasa Latin emovere, dari e- (varian eks-) 'luar' dan movere 'bergerak'.Kebanyakan ahli yakin bahwa emosi lebih cepat berlalu daripada suasana hati. Sebagai contoh, bila seseorang bersikap kasar, manusia akan merasa marah. Perasaan intens kemarahan tersebut mungkin datang dan pergi dengan cukup cepat tetapi ketika sedang dalam suasana hati yang buruk, seseorang dapat merasa tidak enak untuk beberapa jam.

Aspek emosi

Charles Darwin, pengarang buku ”The Expression of the Emotions in Man and Animals”

Terdapat aspek emosi yang fundamental yang harus dipertimbangkan, diantaranya
Biologi emosi

Semua emosi berasal dari sistem limbik otak yang kira-kira berukuran sebesar sebuah kacang walnut dan terletak di batang otak Orang-orang cenderung merasa bahagia ketika sistem limbik mereka secara relatif tidak aktif. Sistem limbik orang tidaklah sama.Sistem limbik yang lebih aktif terdapat pada orang-orang yang depresi, khususnya ketika mereka memperoleh informasi negatif.

Intensitas
Setiap orang memberikan respon yang berbeda-beda terhadap rangsangan pemicu emosi yang sama. Dalam sejumlah kasus, kepribadian menjadi penyebab perbedaan tersebut.Pada saat lain, perbedaan tersebut timbul sebagai hasil dari persyaratan-persyaratan pekerjaan.

Frekuesi dan durasi
Suksesnya pemenuhan tuntutan emosional seorang karyawan dari suatu pekerjaan tidak hanya bergantung pada emosi-emosi yang harus ditampilkan dan intensitasnya tetapi juga pada seberapa sering dan lamanya mereka berusaha menampilkannya

Rasionalitas dan emosi
Emosi adalah penting terhadap pemikiran rasional karena emosi memberikan informasi penting mengenai pemahaman terhadap dunia sekitar.Dalam suatu organisasi, kunci pengambilan keputusan yang baik adalah menerapkan pemikiran dan perasaan dalam suatu keputusan

Fungsi emosi
Dalam ”The Expression of the Emotions in Man and Animals”, Charles Darwin menyatakan bahwa emosi berkembang seiring waktu untuk membantu manusia memecahkan masalah.Emosi sangat berguna karena ‘memotivasi’ orang untuk terlibat dalam tindakan penting agar data bertahan hidup –tindakan-tindakan seperti mengumpulkan makanan, mencari tempat berlindung, memilih pasangan, menjaga diri terhadap pemangsa, dan memprediksi perilaku manusia lain.

Klasifikasi Emosi
Salah satu cara mengklasifikasikan emosi adalah berdasarkan apakah emosi tersebut positif atau negatif.Emosi-emosi positif -seperti rasa gembira dan rasa syukur- mengekspresikan sebuah evaluasi atau perasaan menguntungkan, sedangkan emosi-emosi negatif -seperti rasa marah atau rasa bersalah- mengekspresikan sebaliknya.Emosi tidak dapat netral, karena menjadi netral berarti menjadi nonemosional.

Sumber-sumber emosi dan suasana hati
Kepribadian

Kepribadian memberi kecenderungan kepada orang untuk mengalami suasana hati dan emosi tertentu, contohnya beberapa orang merasa bersalah dan merasakan kemarahan dengan lebih mudah dbandingkan orang lain, sedangkan orang lain mungkin merasa tenang dan rileks dalam situasi apa pun. Intinya, beberapa orang memiliki kecenderungan untuk memiliki emosi apa pun secara lebih intens atau memiliki intensitas afek (perbedaan individual dalam kekuatan di mana individu-individu mengalami emosi mereka) tinggi.

Hari dalam seminggu dan waktu dalam sehari
Orang-orang cenderung berada dalam suasanan hati terburuk di awal minggu dan berada daam suasana hati terbaik di akhir minggu.

Tidur adalah salah satu sumber emosi dan suasana hati

Cuaca
Cuaca memiliki sedikit pengaruh terhadap suasana hati.[4] Seorang ahli menyimpulkan, "Berlawanan dengan pandangan kultur yang ada, data ini menunjukkan bahwa orang-orang tidak melaporkan suasana hati yang lebih baik pada hari yang cerah atau sebaliknya



Stres

Sebuah penelitian menghasilkan pernyataan, "Adanya peristiwa yang terus-menerus terjadi yang menimbulkan stres tingkat rendah menyebabkan para pekerja mengalami tingkat ketegangan yang semakin lama seiring berjalannya waktu semakin meningkat

Aktivitas sosial
Orang-orang dengan suasana hati positif biasanya mencari interaksi sosial dan sebaliknya, interaksi sosial menyebabkan orang-orang mempunyai suasana hati yang baik. Jenis aktivitas sosial juga berpengaruh.Penelitian mengungkap bahwa aktivitas sosial yang bersifat fisik, informal, atau Epicurean lebih diasosiasikan secara kuat dengan peningkatan suasana hati yang positif dibandingkan dengan kejadian-kejadian formal atau yang bersifat duduk terus-menerus.

Olahraga adalah salah satu sumber emosi dan suasana hati

Tidur
Kualitas tidur mempengaruhi suasana hati. Para sarjana dan pekerja dewasa yang tidak memperoleh tidur yang cukup melaporkan adanya perasaan kelelahan yang lebih besar, kemarahan, dan ketidakramahan. Satu dari alasan mengapa tidur yang lebih sedikit, atau kualitas tidur yang buruk, menempatkan orang dalam suasana hati yang buruk karena hal tersebut memperburuk pengamnbilan keputusan dan membuatnya sulit untuk mengontrol emosi.

Olahraga
Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa olahraga meningkatkan suasana hati positif

Usia
Suatu penelitian atas orang-orang yang berusia 18 hingga 94 tahun mengungkapkan bahwa emosi negatif tampaknya semakin jarang terjadi seiring bertambahnya usia seseorang

Gender
Dalam perbandingan antargender, wanita menunjukkan ekspresi emosional yang lebih besar dibandingkan pria.Mereka megalami emosi secara lebih intens dan mereka menunjukkan ekspresi emosi positif maupun negatif yang lebih sering, kecuali kemarahan.Tidak seperti pria, wanita juga menyatakan lebih nyaman dalam mengekpresikan emosi dan mampu membaca petunjuk nonverbal dan paralinguistik secara lebih baik

Batasan eksternal pada emosi
 Gadis di Muyuan County, Jiangxi, Cina. Orang Cina mengalami lebih banyak emosi positif.

Setiap organisasi mendefinisikan batasan-batasan yang mengidentifikasi emosi-emosi yang dapat diterima dan sampai tingkat mana karyawan dapat mengekspresikannya.
Pengaruh-pengaruh organisasional

Pengaruh-pengaruh budaya
Sebagai contoh, di Cina orang menyatakan bahwa mereka mengalami lebih sedikit emosi positif dan negatif dibandingkan orang-orang dalam budaya lainnya, dan apa pun emosi yang mereka alami adalah kurang intensitasnya dibandingkan pada kultur lain.

Kerja emosional
Kerja emosional adalah situasi saat seorang karyawan mengekspresikan emosi-emosi yang diinginkan secara organisasional selama transaksi antarpersonal di tempat kerja.Konsep kerja emosional muncul dari penelitian-penelitian atas pekerjaan terkait pelayanan, contohnya sebuah maskapai penerbangan mengharapkan pramugari mereka untuk gembira.Tetapi kerja emosional dapat relevan untuk semua jenis pekerjaan.Sebagai contoh, seorang manajer mengharapkan bawahannya untuk bersikap sopan dalam interaksi dengan rekan-rekan kerja. Tantangan sebenanrnya adalah ketika para karyawan harus menunjukkan satu emosi sementara pada saat yang bersamaan mengalami emosi yang lain. Perbedaan ini disebut disonansi emosional.Jika dibiarkan, perasaan terkungkung dari frustasi, kemarahan, dan kebencian akhirnya dapat menyebabkan kelelahan emosional dan kejatuhan menta

Anda sedang membaca artikel tentang ORGANISASI KEPRILAKUAN dan anda bisa menemukan artikel ORGANISASI KEPRILAKUAN ini dengan url http://tutorial-akuntasi.blogspot.com/2010/11/organisasi-keprilakuan.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel ORGANISASI KEPRILAKUAN ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link ORGANISASI KEPRILAKUAN sebagai sumbernya.


No comments:

Post a Comment